Yang dimaksudkan dengan makruh adalah segala yang menyelisihi perkara sunnah yang telah disebutkan sebelumnya.
Makruh itu sendiri adalah sesuatu yang diberi pahala jika ditinggalkan dengan landasan diniatkan dan tidak diberi hukuman bagi yang melakukannya.
Contoh misalnya meninggalkan sunnah yang termasuk makruh adalah meninggalkan takbir intiqol yaitu takbir berpindah rukun. Melakukan takbir intiqol termasuk dalam sunnah hay’ah, meninggalkannya termasuk makruh. Termasuk dalam yang makruh pula adalah meninggalkan membaca do’a istiftah.
Namun ada perkara lain yang makruh untuk dilakukan dalam shalat. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1- Menoleh saat shalat dengan memalingkan leher kecuali jika ada keperluan.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai berpaling (menoleh) dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab,
هُوَ اخْتِلاَسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلاَةِ الْعَبْدِ
“Itu adalah copetan yang dicopet oleh setan dalam shalat seseorang.” (HR. Bukharino. 751)
Adapun jika ada kebutuhan untuk menoleh seperti saat shalat khauf ketika akan datangnya musuh, maka boleh.
Bahasan di atas adalah jika menoleh dengan memalingkan wajah atau leher. Adapun jika memalingkan dada lantas menjauh dari arah kiblat, shalatnya batal karena meninggalkan rukun menghadap kiblat. Adapun mencuri pandangan dengan mata, tidaklah mengapa. Dalilnya adalah,
عَلِىِّ بْنِ شَيْبَانَ – وَكَانَ مِنَ الْوَفْدِ – قَالَ خَرَجْنَا حَتَّى قَدِمْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَبَايَعْنَاهُ وَصَلَّيْنَا خَلْفَهُ فَلَمَحَ بِمُؤْخِرِ عَيْنِهِ رَجُلاً لاَ يُقِيمُ صَلاَتَهُ – يَعْنِى صُلْبَهُ – فِى الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ فَلَمَّا قَضَى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- الصَّلاَةَ قَالَ « يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ يُقِيمُ صُلْبَهُ فِى الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ »
“’Ali bin Syaiban, ia adalah seorang delegasi (utusan). Ia berkata, “Kami pernah keluar hingga kami bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami pun membai’at beliau dan kami shalat di belakang beliau. Beliau lantas mencuri pandangan lewat pelipis matanya pada seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya saat shalat ketika ruku’ dan sujud. Ketika selesai shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Wahai kaum muslimin, tidak ada shalat bagi yang tidak menegakkan punggungnya saat ruku’ dan sujud.” (HR. Ibnu Majah no. 871 dan Ahmad 4: 23. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
2- Memandang ke langi-langit.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِى صَلاَتِهِمْ » . فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِى ذَلِكَ حَتَّى قَالَ « لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ »
“Kenapa bisa ada kaum yang mengangkat pandangannya ke langit-langit dalam shalatnya.” Beliau keras dalam sabda beliau tersebut, hingga beliau bersabda, “Hendaklah tidak memandang seperti itu, kalau tidak, pandangannya akan disambar.” (HR. Bukhari no. 750).
Bersambung insya Allah. Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi Utama:
Al Fiqhu Al Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy Syafi’i, Dr. Musthofa Al Khin, Dr. Musthofa Al Bugho, terbitan Darul Qalam, cetakan kesepuluh, tahun 1430 H.
—
Selesai disusun di Darush Sholihin Panggang Gunungkidul, 16 Jumadats Tsaniyyah 1436 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom
Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.